Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi terus mendorong program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang mereka gagas. Program ini didesain untuk membuat lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Istilahnya, link and match.
Lewat program Merdeka Belajar, lulusan perguruan tinggi diharapkan bisa menjadi generasi yang bukan hanya pandai secara akademis, namun juga memiliki kompetensi sesuai minat dan bakatnya, serta memiliki skill yang sejalan dengan kebutuhan industri. Kalau gagasan ini tercapai, akan sedikit jumlah lulusan perguruan tinggi yang menganggur.
Salah satu konsep dalam Merdeka Belajar adalah mahasiswa melakukan praktek magang di industri. Pentingnya magang mungkin bisa diibaratkan dengan orang yang ingin belajar berenang. Di manakah tempat yang tepat untuk belajar berenang? Di ruang kelas, atau di kolam renang? Jelas di kolam renang, bukan!
Jadi, lewat magang, mahasiswa diajak mengenal dunia kerja, serta berbagai keterampilan yang dibutuhkan. Keterampilan di sini bukan hanya kompetensi teknis atau hard skill, tetapi juga aspek soft skill.
Dengan cara seperti itu, kelak setelah lulus, mahasiswa sudah memiliki pengalaman kerja. Ketika masuk ke perusahaan atau lingkungan kerja, lulusan tersebut tidak membutuhkan waktu terlalu lama lagi untuk beradaptasi. Mereka langsung siap kerja.
Bahkan, magang bukan hanya menjadi medium bagi mahasiswa untuk mengenal dunia kerja. Bagi sejumlah perusahaan, magang sudah menjadi salah satu medium untuk melakukan rekrutmen. Ini ditegaskan oleh Teddy Budiwan, Presiden Indonesia Career Center Indonesia (ICCN). Katanya, “Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka menyadarkan kami bahwa magang sangat penting bagi mahasiswa. Sebab, lewat magang, mahasiswa bukan hanya belajar tentang dunia kerja. Kalau kinerjanya magangnya bagus, mahasiswa sebagai peserta magang berpeluang untuk langsung direkrut oleh perusahaan tempat magangnya.”
Lalu, seperti apa magang yang ideal bagi mahasiswa? Adalah syarat sebelum mahasiswa menjalani program magang? Simak ulasan berikut.
Magang Mahasiswa yang Ideal
Rata-rata perguruan tinggi mematok durasi magang selama satu semester sampai satu tahun. “Meski begitu durasi magang mahasiswa yang ideal sangat tergantung pada jurusan atau program studi yang mereka ambil. Namun, sejauh ini durasi enam bulan hingga satu tahun dirasa masih ideal,” imbuh Teddy.
Selain itu, sebaiknya program magang mahasiswa dilaksanakan pada tahun terakhir perkuliahan. Mengapa? Sebab jika perusahaan terkesan dengan kinerja mahasiswa selama magang, dan ingin merekrut sebagai karyawan, perusahaan tak harus menunggu lama sampai mahasiswa lulus.
Pada semester terakhir perkuliahan, biasanya mahasiswa hanya mengerjakan skripsi atau tugas akhir lainnya. Mereka tidak lagi harus mengikuti perkuliahan. “Jadi, mahasiswa bisa mengerjakan skripsi atau tugas akhir sambil terus menjalankan program magangnya,” ucap Teddy. Dalam kondisi seperti ini, banyak perusahaan yang tidak berkeberatan kalau mahasiswanya untuk sekali dalam sebulan datang ke kampus guna mendapatkan bimbingan dari dosen pembimbing skripsi atau tugas akhirnya.
Lalu, persyaratan lainnya adalah mahasiswa harus punya mindset yang tepat. Apa itu? Mahasiswa mengikuti magang untuk mendapatkan pengalaman kerja, unjuk kinerja, dan mengakusisi berbagai keterampilan baru yang sesuai dengan kebutuhan industri dan tidak diajarkan di kampus. “Jadi, bukan hanya sekadar mendapatkan nilai,” tegas Teddy. Supaya manfaat magang dapat maksimal, simak microlearning QuBisa berjudul Cara Magang yang Tepat.
Idealnya, kegiatan mahasiswa selama magang sesuai dengan jurusan atau program studinya. Hanya kenyataan di lapangan seringkali berbeda. Ada saja mahasiswa yang magang tidak sesuai dengan jurusan atau program studinya, melainkan sesuai dengan minat dan hobinya. Hal ini sah-sah saja, yang penting komunikasikan dengan mentor atau dosen pembimbing, supaya tujuan magang tetap sesuai jalurnya.
Manfaat Magang Bagi Mahasiswa
Teddy menjelaskan, salah satu manfaat magang bagi mahasiswa adalah untuk proses pengayaan. Artinya, magang bisa menjadi sarana bagi mahasiswa untuk memperkaya pengalaman agar bakat, minat, dan keterampilannya meningkat. Tentu saja, magang juga akan memperkaya kemampuan mahasiswa dari sisi hard skill maupun soft skill.
Soft skill di sini, misalnya, kemampuan bekerja sama dalam tim, membangun kecerdasan emosional, disiplin, mindset untuk selalu bertumbuh atau growth mindset, keterampilan berkomunikasi, kedewasaan sikap, berani jujur untuk mengakui kesalahan, serta melatih keterampilan mahasiswa bersosialisasi dan berbaur dengan rekan-rekan kerjanya.
Kata Teddy, “Selain itu, pengalaman magang akan membuat CV mahasiswa setelah memiliki ‘nilai jual’ untuk berkompetisi ketika melamar pekerjaan. Sebab mahasiswa bisa mencantumkan magangnya sebagai pengalaman kerja.”
Syarat Magang Mahasiswa
Biasanya universitas memiliki kebijakan tersendiri soal magang. Misalnya, ada universitas yang mewajibkan mahasiswanya untuk magang. Bahkan menjadikan magang sebagai salah satu mata kuliah.
Tapi, ada juga universitas yang menjadikan magang sebagai pelengkap keterampilan mahasiswa. Jadi, bukan sebagai kewajiban. Mahasiswa boleh magang, boleh juga tidak. Universitas ini juga biasanya tidak mengalokasikan waktu tertentu bagi mahasiswanya untuk magang. Biasanya waktu yang diambil adalah di saat liburan semester.
Lalu, ada universitas yang sudah menjalin kerja sama dengan industri. Jadi, mahasiswanya tidak perlu mencari tempat magang, karena sudah ditetapkan oleh universitas. Tapi, ada juga universitas yang membebaskan sepenuhnya mahasiswa untuk mencari tempat magang.
Proses rekrutmen magang biasanya ditetapkan oleh perusahaan. Banyak perusahaan yang proses rekrutmen mahasiswa magangnya sama persis dengan ketika mereka merekrut karyawan baru.
Secara garis besar, syarat bagi mahasiswa untuk bisa mengikuti program magang adalah sebagai berikut:
- Syarat pertama tentu saja memiliki IPK yang baik. Ada perusahaan yang menetapkan syarat IPKI minimal di atas 3,0 dari skala 1 sampai 4, tapi ada juga yang cukup di atas 2,5. Menariknya, beberapa perusahaan justru ragu merekrut mahasiswa yang IPK-nya 4,0. Alasannya, mereka khawatir si mahasiswa hanya sibuk belajar dan tidak mau terlibat di kegiatan organisasi.
- Syarat kedua, aktif berorganisasi dan pernah menangani proyek tertentu. Misalnya, mahasiswa pernah menjadi project manager atau ketua panitia sebuah kegiatan di kampus. Ini berarti ia memiliki kemampuan manajerial dan berkomunikasi yang bagus. Kemampuan seperti ini sangat diperlukan dalam dunia kerja.
- Syarat lainnya pernah terlibat atau mengikuti event internasional, entah berupa seminar, webinar, dan lainnya. Akan lebih disukai pula, kalau mahasiswa tidak hanya menjadi peserta, namun terlibat menangani event berskala internasional tersebut.
“Ada juga perusahaan yang senang pada mahasiswa yang terlibat di organisasi sosial. Misalnya, aktif di kegiataan keagamaan, seperti mengajar mengaji atau aktif di sekolah minggu, atau aktif di kegiatan sosial alumni,” imbuh Teddy.
Sumber : qubisa.com